Saturday, April 11, 2020

ALAT UNTUK MENILAI DERAJAT LUKA DIABETIK

Diabetes melitus sering menimbulkan permasalahan lain dan yang paling sring adalah terjadi luka diabetik, mayoritas luka diabetik terjadi di kaki. Luka kaki diabetik (LKD) membutuhkan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya amputasi, sebuah penelitian mengatakan bahwa penderita LKD dapat mengalami infeksi cukup buruk, amputasi sampai kematian (Ndosi et al., 2017). Penelitian lain menyebutkan peranan LKD terhadap kejadian amputasi mencapai 5,8 % (Martins-Mendes et al., 2014). Perawatan luka kaki akan akan menjadi optimal jika dimulai dari pengkajian yang tepat, salah satu pengkajian yang dilakukan adalah penilaian derajat luka.
Pengkajian luka DM meliputi; ukuran, kedalaman, bau, eksudat, warna, dan lokasi. Secara sederhana pengkajian ukuran luka dilakukan untuk menilai perkembangan penyembuhan luka diabetik. Pengkajian LKD penting dilakukan untuk mengatur rencana perawatan. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam mengkategorikan luka kaki sesuai ukuran, kedalaman, lokasi, adanya infeksi dan iskemia. salah satu yang direkomendasikan adalah The University of Texas (UT) score untuk klasifikasi LKD (Game, 2016).UT score telah di valiadasi dan lebih mudah digunakan (Stang & Young, 2018). Sehingga dapat digunakan dalam menilai derajat LKD dan menentukan manajement luka yang sesuai. Selain karakteristik luka dibutuhkan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Beberapa alat penilaian derajat luka yang sering digunakan dalam perawatan luka antara lain  :
1.       Meggit Wagner (Jain, 2012)
Klasifikasi Meggitt Wagner terdiri dari 6 grade, yaitu; (grade 0): hanya nyeri pada kaki, (grade 1): ulkus dipermukaan kulit, (grade 2): ulkus yang lebih dalam, (grade 3): ulkus sudah melibatkan tulang, (grade 4): gangren pada sebagian kaki, dan (grade 5) gangren pada semua kaki. Beberapa literatur menyebutkan kelemahan dari scala wagner tapi sebagian lagi menyebutkan kelebihan menggunakan scala wagner sehingga banyak artikel yang membahas tentang scala wagner ini.

2.       Universitas of texas (UT) (Jain, 2012)
Keutamaan skala UT ini mampu menilai luka mulai dari luka bersih, luka yang mengalami infeksi, luka dengan iskemia sampai luka dengan infeksi + iskemia. Sehingga skala ini terbukti berkorelasi positif dalam memprediksi imdikasi amputasi.

3.       The SINBAD system (Game, 2016).
Metode ini terdiri dari lima variable klinis : iskemia, neuropati, (bakteri) infeksi, area dan kedalaman. Masing-masing dinilai dengan cara biner yang sama sebagai ada atau tidak ada (0 atau 1), memberikan sistem penilaian keparahan sederhana dengan skor maksimum 6.

4.       The PEDIS system (Game, 2016).
sistem PEDIS mencakup lima komponan yaitu iskemia, Luas (area), kedalaman, Infeksi, Sensasi (neuropati). Sistem ini telah dilakukan validasi dan di katahui berkolrelasi dengan kejadian amputasi minor.

5.       Foster  and  Edmonds (Game, 2016).
Sytem klasifikasi ini terdiri dari enam tahap, setiap tahap menilai ciri-ciri infeksi, neuropati, iskemia dan ulserasi, tetapi menunjukkan peningkatan setiap kejadian. Belum ada studi validasi yang dilakukan
6.       The  DEP system (Game, 2016).
Sistem penilaian DEPA mencetak empat aspek borok: kedalaman, luasnya kolonisasi bakteri, fase penyembuhan dan etiologi yang terkait.
7.       Van  Acker/Peters (Game, 2016).
System ini di mengembangkan sistem UT dengan menambahkan lesi dengan kedalaman, campuran cacat dan iskemia dan juga termasuk Charcot.
8.       DUSS (Game, 2016)
Diabetic ulcer severity score (DUSS) terdiri dari Empat fitur klinis yang dimasukkan sebagai variabel dalam skor keparahan ulkus diabetik antara lain : denyut nadi pedis, tulang , lokasi ulkus (jari kaki vs kaki) dan multiple ulserasi pada kaki. Skor yang digunakan antara 0 sampai 4. Skor DUSS mampu memprediksi penyembuhan, amputasi dan kebutuhan untuk operasi. Meskipun DUSS mencakup penilaian efek lokasi ulkus , tidak termasuk infeksi neuropati atau infeksi. Namun, skema ini sangat sederhana dan karenanya menarik digunakan oleh pada praktik klinis.

9.       MAID (Game, 2016)
Klasifikasi ini terdiri dari empat variabel (pulsa pedal teraba (I), area luka (A), durasi ulkus (D), dan adanya ulserasi multipel (M)), ditambahkan untuk memberikan skor total luka. Scoring ini menggabungkan denyut nadi kaki dan multipel ulserasi. Namun, penempaan pada tulang dan lokasi ulkus telah dihilangkan, dan sebagai gantinya, MAID menggabungkan durasi luka dan ulkus. Skor MAID telah terbukti berkorelasi dengan penyembuhan luka.
10.   CHS system (Game, 2016)
Scala CHS memiliki enam kelas yang menggambarkan kedalaman (kelas 1-3), abses atau osteomielitis (grade 4), kematian jaringan di sekitar luka (grade 5) dan gangren pada anggota badan (kelas 6).
11.   Margolis 2003  (Game, 2016)
System ini menilai beberapa faktor prediktif yang dikumpulkan selama pasien menjalani perawatan antara lain : usia dan jenis kelamin, durasi luka (bulan), ukuran luka (mm2), grade luka,  perawatan luka paling parah dan jumlah luka pada kaki. Model paling sederhana menghitung 1 point setiap kali durasi luka lebih besar dari 2 bulan, area luka lebih besar dari 2 cm2 atau memiliki grade ≥3 (pada skalan 6  point). Penilaian ini menghasilkan area di bawah kurva 0,8 setelah membangun karakteristik operasi penerima dari non-penyembuhan pada 20 minggu
12.   Saint Elian Wound Score System (Game, 2016).
Klasifikasi luka dengan sistem ini memiliki 5 variable seperti : lokasi luka (jari kaki, metatarsal atau tarsal), aspek topografi (dorsal, plantar, medial, lateral), daerah yang terkena, fase penyembuhan (epitelisasi, granulasi, peradangan) dan pembengkakan pada kaki, total scoring ketika dijumlahkan sebanyak 30 poin.
13.   The Wound, Ischemia and foot Infection classification (WifI) (Game, 2016).
Scoring luka ini menilai luka dengan melihat 3 karakter utama : karakteristik luka, iskemia, dan infeksi.
14.   The New Diabetic Foot Ulcer Assessment Scale (Arisandi et al., 2016). lihat disini
Penilaian DFUAS terdiri dari 9 pertanyaan yang terdiri dari kedalaman, ukuran, penilaian ukuran luka, peradangan atau infeksi perbandingan jaringan granulasi, jaringan nekrotik, maserasi, tipe tepi luka dan tunneling (goa), total score maksimal 98 dan yang paling rendah 0, semakin tinggi scoring DFUAS maka semakin baik kondisi luka. Skala ini telah dilakukan uji validitas di beberapa studi.
15.   Bates-Jansen  Wound Assessment Tool  (BWAT) (Harris et al., 2010)lihat disini
Pengkajian  luka  menggunakan Bates-Jansen  Wound Assessment Tool  (BWAT) digunakan untuk mengkaji luka dengan multi etiologi serta luka tekan. BWAT  berisi  13 item  untuk  menilai ukuran  luka,  kedalaman,  tepi luka,  kerusakan  jaringan, jenis  jaringan  nekrotik,  jumlah nekrotik,  granulasi  dan  jaringan  epitelisasi, jenis eksudat dan jumlah, warna kulit sekitar luka, edema dan indurasi.  Pengkajian  BWAT  dapat  digunakan  untuk  memprediksi penyembuhan  luka  namun  pengkajian  ini  dibuat  untuk  mengkaji  luka dekubitus. Pengkajian ini tidak melihat beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka kronik seperti  maserasi dan infeksi.


REFERENCES
Arisandi, D., Yotsu, R. R., Masaru Matsumoto, Ogai, K., Nakagami, G., Tamaki, T., … Junko Sugama. (2016). Evaluation of Validity of The New Diabetic Foot Ulcer Assessment Scale in Indonesia. Wound Repair and Regeneration, 24(5), 876–884. download disini
Game, F. (2016). Classification of diabetic foot ulcers. Diabetes/Metabolism Research and Reviews, 32(1), 186–194. https://doi.org/10.1002/dmrr.2746 download disini
Harris, C., Barbara Bates -Jensen, Parslow, N., Raizman, R., Singh, M., & Ketchen, R. (2010). Bates-Jensen Wound Assessment Tool Pictorial Guide Validation Project. J Wound Ostomy Continence Nurs, 37(3), 253–259. https://doi.org/10.1097/WON.0b013e3181d73aab download disini
Jain, A. K. C. (2012). A New Classification Of Diabetic Foot Complications: A Simple And Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot Complications, 4(1), 1–5. download disni
Martins-Mendes, D., Monteiro-Soares, M., Boyko, E. J., Ribeiro, M., Barata, P., Lima, J., & Soares, R. (2014). The independent contribution of diabetic foot ulcer on lower extremity amputation and mortality risk. Journal of Diabetes and Its Complications, 28(5), 632–638. https://doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2014.04.011 download disini
Ndosi, M., Brown, A. W.-H. S., Michael, Backhouse, Lipsky, B. A., Bhogal, M., … Nelson, E. A. (2017). Research : Complications Prognosis of the infected diabetic foot ulcer : a 12-month prospective observational study. Diabetic Medicine, 35(1), 78–88. https://doi.org/10.1111/dme.13537 download disini
Stang, D., & Young, M. (2018). Selection and application of a diabetic foot ulcer classification system in Scotland: part 2. Diabetic Foot Journal, 21(2), 100–106. 
Location: Madjene, Labuang, Banggae Tim., Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Indonesia

0 comments:

Post a Comment