Diabetes
melitus sering menimbulkan permasalahan lain dan yang paling sring adalah
terjadi luka diabetik, mayoritas luka diabetik terjadi di kaki. Luka kaki
diabetik (LKD) membutuhkan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
amputasi, sebuah penelitian mengatakan bahwa penderita LKD dapat mengalami
infeksi cukup buruk, amputasi sampai kematian (Ndosi et al., 2017). Penelitian lain menyebutkan
peranan LKD terhadap kejadian amputasi mencapai 5,8 % (Martins-Mendes et al., 2014). Perawatan luka kaki akan
akan menjadi optimal jika dimulai dari pengkajian yang tepat, salah satu pengkajian
yang dilakukan adalah penilaian derajat luka.
Pengkajian
luka DM meliputi; ukuran, kedalaman, bau, eksudat, warna, dan lokasi. Secara
sederhana pengkajian ukuran luka dilakukan untuk menilai perkembangan
penyembuhan luka diabetik. Pengkajian LKD penting dilakukan untuk mengatur
rencana perawatan. Banyak upaya
yang telah dilakukan dalam mengkategorikan luka kaki sesuai ukuran, kedalaman,
lokasi, adanya infeksi dan iskemia. salah satu yang
direkomendasikan adalah The
University of Texas (UT) score
untuk klasifikasi LKD (Game, 2016).UT score telah
di valiadasi dan lebih mudah digunakan (Stang &
Young, 2018). Sehingga dapat digunakan dalam menilai
derajat LKD dan menentukan manajement luka yang sesuai. Selain
karakteristik luka dibutuhkan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Beberapa
alat penilaian derajat luka yang sering digunakan dalam perawatan luka antara
lain :
1.
Meggit Wagner (Jain, 2012)
Klasifikasi Meggitt Wagner terdiri dari 6 grade,
yaitu; (grade 0): hanya nyeri pada kaki, (grade 1): ulkus dipermukaan kulit,
(grade 2): ulkus yang lebih dalam, (grade 3): ulkus sudah melibatkan tulang,
(grade 4): gangren pada sebagian kaki, dan (grade 5) gangren pada semua kaki. Beberapa
literatur menyebutkan kelemahan dari scala wagner tapi sebagian lagi
menyebutkan kelebihan menggunakan scala wagner sehingga banyak artikel yang
membahas tentang scala wagner ini.
2.
Universitas of texas (UT) (Jain, 2012)
Keutamaan skala UT ini mampu menilai luka mulai dari
luka bersih, luka yang mengalami infeksi, luka dengan iskemia sampai luka
dengan infeksi + iskemia. Sehingga skala ini terbukti berkorelasi positif dalam
memprediksi imdikasi amputasi.
3.
The SINBAD system (Game,
2016).
Metode ini terdiri dari lima variable klinis : iskemia,
neuropati, (bakteri) infeksi, area dan kedalaman. Masing-masing dinilai dengan
cara biner yang sama sebagai ada atau tidak ada (0 atau 1), memberikan sistem
penilaian keparahan sederhana dengan skor maksimum 6.
4.
The
PEDIS system (Game,
2016).
sistem PEDIS mencakup lima komponan yaitu iskemia,
Luas (area), kedalaman, Infeksi, Sensasi (neuropati). Sistem ini telah
dilakukan validasi dan di katahui berkolrelasi dengan kejadian amputasi minor.
5.
Foster and Edmonds (Game,
2016).
Sytem klasifikasi ini terdiri dari enam tahap, setiap
tahap menilai ciri-ciri infeksi, neuropati, iskemia dan ulserasi, tetapi
menunjukkan peningkatan setiap kejadian. Belum ada studi validasi yang
dilakukan
6.
The DEPA system (Game,
2016).
Sistem penilaian DEPA mencetak empat aspek borok:
kedalaman, luasnya kolonisasi bakteri, fase penyembuhan dan etiologi yang
terkait.
7.
Van Acker/Peters (Game,
2016).
System ini di mengembangkan sistem UT dengan
menambahkan lesi dengan kedalaman, campuran cacat dan iskemia dan juga termasuk
Charcot.
8.
DUSS
(Game,
2016)
Diabetic ulcer severity score (DUSS) terdiri dari Empat
fitur klinis yang dimasukkan sebagai variabel dalam skor keparahan ulkus diabetik
antara lain : denyut nadi pedis, tulang , lokasi ulkus (jari kaki vs kaki) dan multiple
ulserasi pada kaki. Skor yang digunakan antara 0 sampai 4. Skor DUSS mampu memprediksi
penyembuhan, amputasi dan kebutuhan untuk operasi. Meskipun DUSS mencakup
penilaian efek lokasi ulkus , tidak termasuk infeksi neuropati atau infeksi.
Namun, skema ini sangat sederhana dan karenanya menarik digunakan oleh pada praktik
klinis.
9.
MAID
(Game,
2016)
Klasifikasi ini terdiri dari empat variabel (pulsa
pedal teraba (I), area luka (A), durasi ulkus (D), dan adanya ulserasi multipel
(M)), ditambahkan untuk memberikan skor total luka. Scoring ini menggabungkan
denyut nadi kaki dan multipel ulserasi. Namun, penempaan pada tulang dan lokasi
ulkus telah dihilangkan, dan sebagai gantinya, MAID menggabungkan durasi luka
dan ulkus. Skor MAID telah terbukti berkorelasi dengan penyembuhan luka.
10.
CHS system (Game,
2016)
Scala CHS memiliki enam kelas yang menggambarkan
kedalaman (kelas 1-3), abses atau osteomielitis (grade 4), kematian jaringan di
sekitar luka (grade 5) dan gangren pada anggota badan (kelas 6).
11.
Margolis 2003 (Game,
2016)
System ini menilai beberapa faktor prediktif yang
dikumpulkan selama pasien menjalani perawatan antara lain : usia dan jenis kelamin,
durasi luka (bulan), ukuran luka (mm2), grade luka, perawatan luka paling parah dan jumlah luka
pada kaki. Model paling sederhana menghitung 1 point setiap kali durasi luka
lebih besar dari 2 bulan, area luka lebih besar dari 2 cm2 atau
memiliki grade ≥3 (pada skalan 6 point).
Penilaian ini menghasilkan area di bawah kurva 0,8 setelah membangun
karakteristik operasi penerima dari non-penyembuhan pada 20 minggu
12.
Saint Elian Wound Score System (Game, 2016).
Klasifikasi luka dengan sistem ini memiliki 5 variable
seperti : lokasi luka (jari kaki, metatarsal atau tarsal), aspek topografi
(dorsal, plantar, medial, lateral), daerah yang terkena, fase penyembuhan
(epitelisasi, granulasi, peradangan) dan pembengkakan pada kaki, total scoring
ketika dijumlahkan sebanyak 30 poin.
13.
The Wound, Ischemia and foot Infection classification
(WifI) (Game, 2016).
Scoring luka ini menilai luka dengan melihat 3
karakter utama : karakteristik luka, iskemia, dan infeksi.
Penilaian DFUAS terdiri dari 9 pertanyaan yang terdiri
dari kedalaman, ukuran, penilaian ukuran luka, peradangan atau infeksi
perbandingan jaringan granulasi, jaringan nekrotik, maserasi, tipe tepi luka
dan tunneling (goa), total score maksimal 98 dan yang paling rendah 0, semakin
tinggi scoring DFUAS maka semakin baik kondisi luka. Skala ini telah dilakukan
uji validitas di beberapa studi.
Pengkajian luka
menggunakan Bates-Jansen Wound Assessment Tool (BWAT) digunakan untuk mengkaji luka dengan multi
etiologi serta luka tekan. BWAT
berisi 13 item untuk
menilai ukuran luka, kedalaman,
tepi luka, kerusakan jaringan, jenis jaringan
nekrotik, jumlah nekrotik, granulasi
dan jaringan epitelisasi, jenis eksudat dan jumlah, warna
kulit sekitar luka, edema dan indurasi.
Pengkajian BWAT dapat
digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka
namun pengkajian ini
dibuat untuk mengkaji
luka dekubitus. Pengkajian ini tidak melihat beberapa faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka kronik seperti
maserasi dan infeksi.
REFERENCES
Arisandi, D.,
Yotsu, R. R., Masaru Matsumoto, Ogai, K., Nakagami, G., Tamaki, T., … Junko
Sugama. (2016). Evaluation of Validity of The New Diabetic Foot Ulcer
Assessment Scale in Indonesia. Wound Repair and Regeneration, 24(5),
876–884. download disini
Game, F.
(2016). Classification of diabetic foot ulcers. Diabetes/Metabolism Research
and Reviews, 32(1), 186–194. https://doi.org/10.1002/dmrr.2746 download disini
Harris, C.,
Barbara Bates -Jensen, Parslow, N., Raizman, R., Singh, M., & Ketchen, R.
(2010). Bates-Jensen Wound Assessment Tool Pictorial Guide Validation Project. J
Wound Ostomy Continence Nurs, 37(3), 253–259.
https://doi.org/10.1097/WON.0b013e3181d73aab download disini
Jain, A. K. C.
(2012). A New Classification Of Diabetic Foot Complications: A Simple And
Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot Complications, 4(1),
1–5. download disni
Martins-Mendes,
D., Monteiro-Soares, M., Boyko, E. J., Ribeiro, M., Barata, P., Lima, J., &
Soares, R. (2014). The independent contribution of diabetic foot ulcer on lower
extremity amputation and mortality risk. Journal of Diabetes and Its
Complications, 28(5), 632–638.
https://doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2014.04.011 download disini
Ndosi, M.,
Brown, A. W.-H. S., Michael, Backhouse, Lipsky, B. A., Bhogal, M., … Nelson, E.
A. (2017). Research : Complications Prognosis of the infected diabetic foot
ulcer : a 12-month prospective observational study. Diabetic Medicine, 35(1),
78–88. https://doi.org/10.1111/dme.13537 download disini
Stang, D.,
& Young, M. (2018). Selection and application of a diabetic foot ulcer
classification system in Scotland: part 2. Diabetic Foot Journal, 21(2),
100–106.
0 comments:
Post a Comment