Undang-undang
keperawatan telah di sahkan pada tanggal 25 september 2014 dan ditanda tangani
oleh presiden RI pada tanggal 17 oktober 2014, ini bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah, ± 25 tahun para pembesar/ dan pejuang bidang/profesi keperawatan di
republik ini terus berusaha sekuat tenaga agar undang-undang keperawatan dapat
di sahkan. Setelah undang-undang keperawatan di sahkan muncul pertanyaan “
apakah di seluruh penjuru negri telah mengetahui isi undang-undang keperawatan
tersebut”
Di
kabupaten majene terdapat sekitar 600 orang perawat baik yang bertugas di Rumah
sakit, Puskesmas maupun di institusi pendidikan, sebagian diantaranya belum
pernah melihat wujud dari undang-undang keperawatan, bahkan sebagiannya lagi
belum pernah membaca isi dari undang-undang tersebut.
Ironi
/ Miris memang, ketika teman sejawat perawat dengan lantang berteriak tentang profesi
keperawatan adalah mitra kerja profesi lain, namun ketika mereka ditanya
tentang pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai standar saja sebagian besar mereka
belum mampu melakukannya. Inilah realita
yang terjadi pada teman sejawat saat ini, sebagian mereka seperti kehilangan
aura keperawatan setelah memasuki dunia kerja yang menanti pengabdiannya
sebagai perawat. Dikarenakan berbagai faktor, ada yang disebabkan oleh adanya multy job di area layanan primer
(puskesmas) secara bersamaan dimana perawat diberikan tanggung jawab terhadap
beberapa program kesehatan. Selanjutnya mereka juga harus merangkap bekerja
pada direct care yaitu memberikan
layanan keperawatan pada unit gawat darurat dan rawat inap puskesmas. Selain
itu program perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) yang merupakan program
dimana perawat dapat memberikan perawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat bukan menjadi program utama pada puskesmas, sehingga karena hal
tersebut perawat belum dapat melakukan asuhan keperawatan dengan maksimal. Demikian
pula di area rumah sakit, mereka lebih mengutamakan tindakan delegasi dan
limpahan dari pada tindakan keperawatan yang merupakan job description mereka. Hal ini dikarenakan kurangnya tenaga medis
dalam memberikan secara langsung berbagai tindakan invasif yang merupakan area
kerja tenaga medis.
Salah satu isi dari undang-undang keperawatan pada pasal
37 poin “d” menyatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan
berkewajiban mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar. Namun berdasarkan
obeservasi yang terjadi selama ini, sebagian besar perawat yang bertugas di
pelayanan belum melaksanakan amanat undang-undang keperawatan ini, hanya yang
berstatus PNS saja yang membuat arsip pendokumentasian asuhan keparawatan untuk
keperluan kenaikan pangkat, sehingga terkesan hanya perawat PNS saja yang
berkewajiban melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Selain terkait pendokumentasian asuhan keperawatan , pada
pasal yang lain yaitu pasal 33 ayat 4, pasal ini menjelaskan tentang kewenangan
perawat dalam melaksanakan tugas pada keadaan tertentu, poin “a” perawat
dibolehkan melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat
tenaga medis, tenaga medis yang dimaksud dalam undang-undang kesehatan pasal 11
ayat 2 adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis,
yang ingin penulis bahasakan adalah teman-teman perawat yang bertugas di daerah
terpencil dan pedalaman dimana tidak ada tenaga dokter dan farmasi maka
dibolehkan oleh undang-undang untuk melakukan tindakan tersebut. Dan bagi
teman-teman perawat yang bertugas di daerah perkotaan atau kecamatan dimana yang
tersedia tenaga medis tetapi tetap melaksanakan tindakan pengobatan karena
beberapa hal tertentu, hal ini juga telah diatur dalam undang-undang
keperawatan pada pasal 29 ayat 1 poin “e” tentang pelimpahan wewenang dan di
perjelas pada pasal 32 ayat 1, dijelaskan bahwa pelimpahan wewenang hanya diberikan secara tertulis oleh
tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan
melakukan evaluasi pelaksanaannya baik secara delegatif maupun mandat.
Pelimpahan wewenang secara delegasi sesuai pasal 32 ayat
3 adalah melakukan tindakan medis yang diberikan oleh seorang tenaga medis
kepada perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab, kemudian pada diayat
berikutnya yakni ayat 4 bahwa pelimpahan
wewenang secara mandat dan kemudian perawat melakukan tindakan medis tersebut namun
masih berada dibawah pengawasan. Perbedaan mendasar dari kedua pelimpahan
wewenang tersebut hanya berada pada tanggung jawabnya, ketika suatu tindakan di
delegasikan ke perawat maka semua tanggung jawab dari pekerjaan tersebut
ditanggung oleh perawat sedangkan tindakan yang di mandatkan keperawat tanggung
jawabnya tetap ada pada pemberi mandat.
Pada dasarnya
tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh teman-teman perawat di
palayanan kesehatan masih berada pada jalur yang seharusnya namun masih
terkadang teman-teman perawat tidak memiliki kemampuan mengenal tupoksinya (tugas
pokok dan fungsinya) sehingga kadang
belum mampu membedakan antara tindakan keperawatan yang menjadi kewenangannya
dan mana tindakan delegasi atau yang
dimandatkan oleh profesi lain. Selain
hal tersebut, bahkan masih ada teman –teman perawat belum mengerti mengenai aturan
terkait mana yang melarang dan memperbolehkan hal tersebut dilakukan.
Penulis
berharap teman-teman perawat kiranya dapat menyisihkan sedikit waktu untuk
membaca undang-undang keperawatan selain untuk menambah pengetahuan kita terkait
isi undang-undang keperawatan yang dimana intisarinya adalah merupakan aturan
tatalaksana kinerja kita sebagai seorang perawat profesional. Terlebih lagi UU
Keperawatan tersebut diperjuangkan dengan susah payah, telah mengorbankan
tenaga, waktu dan fikiran teman sejawat perawat diberbagai daerah yang
berkumpul dan berjuang menyuarakan aspirasi kepada pemerintah pusat agar UU
Keperawatan di Sahkan sebagai dasar perlindungan hukum terhadap kita sebagai
perawat pemberi layanan profesional dan masyarakat sebagai penerima layanan
keperawatan yang bermutu.
Undang- undang no 38 tahun 2014 download disini.
0 comments:
Post a Comment