A.
Skenario
FF, pria berusia 58
tahun dengan diabetes mellitus tipe 2, datang ke unit gawat darurat (ED) dengan nyeri hebat pada panggul kanan dan abdomen disertai mual
dan muntah (N/V). Perut teraba lunak. Panggul kanan terasa lembut untuk disentuh dan
palpasi. Tanda vital (VS) adalah 142/80 mmHg, 88 x/menit , 20 x/menit, 99° F (37,2° C). Urinalisis menunjukkan adanya hematuria. Diberikan cairan
intravena normal saline 0,9% dengan kecepatan aliran 125 ml/jam melalui infus
pump. Intravenous Pyelogram (IVP) mengkonfirmasi diagnosa adanya batu jenis
staghorn pada pelvis ginjal sebelah kanan. Ginjal kanan nampak membesar. FF menyatakan bahwa tidurnya tidak nyenyak semalam dan
belum makan banyak hari ini. Klien terlihat lelah. Hasil laboratoriumnya tercantum di bawah ini. Berat badan FF 277 pound.
Hasil Uji Laboratorium
|
|
Sodium
Potassium
Chloride
Carbon dioxide
BUN
Creatinine
Glucose
Uric acid
Calcium
Phosphorus
Total protein
Albumin
Total bilirubin
Direct bilirubin
Cholesterol
Alk phos (ALP)
LDH
ALT (SGPT)
AST (SGOT)
Amylase
|
144 mEq/L
4.0 mEq/L
101 mEq/L
26 mEq/L
30 mg/dL
3.6 mg/dL
260 mg/dL
5.0 mg/dL
9.0 mg/L
3.2 mg/dL
7.8 g/dL
4.0 g/dL
0.3 mg/dL
0.1 mg/dL
200 mg/dL
61 units/L
100 units/L
13 units/L
38 units/L
98 units/L
|
1.
Kaji hasil pemeriksaan laboratorium FF,
apa saja yang perlu diperhatikan ?
Dari hasil pemeriksaan laboratorium FF
dapat diidentifikasi ada beberapa yang hasilnya perlu diperhatikan yaitu :
a.
Kreatinin 3,6 mg/dL sedangkan nilai
normalnya 0,5-1,5 mg/dL
b.
Glukosa 260 mg/dL sedangkan nilai normalnya 70-200 mg/dL
c.
LDH total 100 units/L sedangkan nilai
normalnya 240-480 units/L
d.
AST (SGOT) 38 units/L sedangkan nilai normalnya
<37 units/L
Dengan keabnormalan tersebut dapat diketahui ada gangguan pada ginjal yang
ditunjukkan oleh perubahan kreatinin, sistem endokrin dilihat dari fungsi hati
serta hasil pemeriksaan glukosa, LDH total, dan AST (SGOT).
2.
Jelaskan hubungan antara tingkat
kreatinin dan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan perkiraan fungsi ginjal !
Diketahui bahwa aliran darah menuju ginjal menentukan GFR dimana darah akan
difiltrasi di nefron, bila GFR menurun maka akan terlihat peningkatan Ureum dan
Kreatinin dalam darah karena tidak dapat terfiltrasi di nefron (Black
& Hawks, 2014) Hal ini didukung oleh yang dipaparkan
oleh Smeltzer
& Bare (2002) bahwa kreatinin yang merupakan produk
limbah endogen dari otot skeletal, diekskresikan oleh filtrasi glomerulus, dan
klirens kreatinin merupakan cara mengukur GFR yang baik karena memberikan nilai
rata-rata kecepatan GFR (normalnya 100-120 ml/menit/1,73 m2) yang
merupakan indikator peka untuk penyakit ginjal dini sedangkan kreatinin serum
mencerminkan keseimbangan produksi dan filtrasi glomerulus. Karena klirens
kreatinin dapat digunakan dalam mengetahui GFR dan fungsi dasar ginjal seperti
filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus maka dapat
dijelaskan bila GFR turun sebanyak 50%, ginjal akan memfiltrasi dan ekskresi
setengah dari jumlah kreatinin sehingga kreatinin terakumulasi dalam cairan
tubuh dan meningkatkan konsentrasi plasma, dan apabila GFR turun ¼ dari normal
maka kreatinin plasma akan meningkat hingga 4 kali normal, oleh karena itu
jumlah kreatinin yang menumpuk hampir sebanding dengan jumlah nefron yang rusak
(Guyton & Hall, 2008). Penurunan GFR mencapai 30% dalam waktu 2 tahun
mengindikasikan gagal ginjal (Coresh et al., 2014). Tapi apabila pemeriksaan serum kreatinin dikombinasikan dengan cystatin C
maka hasil dalam memprediksi gagal ginjal akan lebih akurat (Inker et al., 2012).
3.
Nyeri yang dirasakan FF diatasi dengan
pemberian morfin saat di UGD. Sudah sangat sore
sebelum klien dirawat unit Anda, dan klien
dijadwalkan untuk litotripsi di pagi hari. Prioritas apa yang
spesifik dilakukan untuk FF ?
Tindakan Lithotripsy merupakan prosedur medis menggunakan gelombang kejut
dalam pengobatan batu ginjal dengan cara memecah batu menjadi serpihan kecil
yang selanjutnya akan dikeluarkan bersama urine pada saat berkemih (DiGuilio,
Jackson, & Keogh, 2014). Tingkat keberhasilan memecah batu pada
area sekitar ureter mencapai 82% (Khoder, Bader, Sroka, Stief, &
Waidelich, 2014). Dalam persiapannya,
perawat perlu :
a.
Mengkaji riwayat penyakit klien terutama
obat-obatan yang telah dikonsumsi untuk mengantisipasi penggunaan obat
pengencer darah seperti aspirin, ibuprofen, dan warfarin yang dapat memperlama
proses pembekuan darah.
b.
Mengedukasi klien mengenai kondisinya
yang sesungguhnya, rencana kedepan, dan melaksanakan informed contsent.
Menjelaskan bahwa adanya batu pada ginjal dapat menyebabkan nyeri, obstruksi
saat berkemih, infeksi dan gagal ginjal (Pearle, 2012).
c.
Memastikan klien berpuasa + 6 jam
sebelum prosedur dilakukan,
d.
Memantau hasil laboratorium terkait Hb
untuk rencana transfusi bila diperlukan dan PT APTT terkait pembekuan darah.
4.
Masalah apa yang mungkin terjadi akibat
batu staghorn?
Adanya batu menyebabkan terjadinya
gangguan sistemik pada tubuh, bisa saja batu tersebut yang menyebabkan penyakit
atau penyakit tersebut yang menyebabkan adanya batu (Pearle et al., 2014). Batu ginjal ditandai dengan adanya kristal dalam urine yang bisa
terbentuk dari kalsium, asam urat, cystine, dan struvit (DiGuilio,
Jackson, & Keogh, 2014). Batu staghorn sendiri dimaksudkan untuk
merujuk batu pada pielum ginjal yang mengisi beberapa kaliks, dan masalah
keperawatan yang dapat terjadi di antaranya :
a.
Nyeri akut
b.
Resiko kelebihan volume cairan
c.
Mual dan muntah
d.
Resiko infeksi
5.
Dokter telah menginstruksikan pemberian
gentamicin (Garamycin) 6 mg/kg/hari melalui intravena piggyback/8 jam. Hitunglah dosis gentamisin untuk FF. Apakah mengkhawatirkan
?
Perhitungan dosis gentamicin pada klien FF adalah sebagai berikut :
Berat badan klien 277 pounds = 125,645
Kg
Diresepkan pemberian 6 mg/KgBB/hari
artinya 6 mg x 125,645 Kg sehingga hasilnya 753,87 mg/hari, bila diberikan tiap
8 jam maka dosis yang diperoleh adalah 753,87 dibagi 8 diperoleh hasil 94 mg/8
jam/piggyback.
Dosis gentamicin untuk pasien tanpa
penyakit penyerta adalah 2-5 mg/KgBB/hari yang bila dikalkulasi akan diperoleh
batasan 250-630 mg/hari dan bila diberikan tiap 8 jam menjadi 30-80 mg/8 jam.
Itu adalah dosis normal dan tidak patut diaplikasikan bagi penderita penyakit
ginjal karena gentamicin bersifat nefrotoksik sehingga dapat disimpulkan bahwa
dosis 6 mg/kgBB/Hari yang diresepkan dokter adalah tidak tepat atau
mengkhawatirkan karena lebih besar dari dosis pemberian normal.
6.
Bagaimana cara mengemukakan kekhawatiran
tentang dosis gentamisin ini?
Ungkapkanlah bahwa dengan merujuk hasil pemeriksaan laboratorium klien FF
maka ditemukan peningkatan nilai pada kreatinin yang mengindikasikan adanya
gangguan pada ginjal. Gentamicin merupakan salah satu jenis obat aminoglikosida
yang merupakan nefrotoksik (Black & Hawks, 2014). Sehingga dosis pemberian sebaiknya diminimalisir karena dapat merusak
ginjal dan menyebabkan keracunan. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Negrette-Guzmán et al., (2013) dalam animal studynya mengenai gentamicin, dimana gentamicin memang telah
banyak digunakan untuk bakteri gram negatif namun bersifat nefrotoksik.
Gentamicin menyebabkan kerusakan pada korteks ginjal karena proses lipid
perioxidation dan protein perioxidation (Tavafi, 2012). Namun cathecin hydrate berpotensi sebagai neproprotective (Sardana, Kalra, Khanna, & Balakumar,
2015). Dipaparkan dalam Tavafi (2013) bahwa mekanisme patologis dari nefrotoksik akibat gentamicin adalah
terpacunya oxidative stress, apoptosis, nekrosis, regulasi growth factor B,
elevasi endotelin I, peningkatan monosit, dan peningkatan ion sodium
intraselular.
7.
Dokter mengurangi dosis gentamisin
menjadi 1 mg/kg/12 jam dan meminta pemeriksaan kadar kreatinin dan BUN harian setelah pemberian gentamicin hari
ke 2. Saat mengelola dosis gentamicin IVPB, tanda
toksisitas apa yang perlu dipantau? (Pilih)
a.
Tinnitus : klien beresiko mengalami
gangguan pendengaran karena nefrotoksik juga mempengaruhi kerja
neurotransmitter.
b.
Sakit kepala : juga dapat terjadi karena
jenis obat aminoglikosida juga merupakan neurotoksik (Black
& Hawks, 2014).
c.
Pusing : dapat terjadi terkait dengan
gangguan neuro nervus ke delapan yaitu vestibulokoklearis.
B. Case Study Progress
Kemudian, saat berjalan melewati tempat tidur FF, terlihat klien meringkuk
di ujung tempat tidur.
1.
Apa yang akan dilakukan? STU
Sebaiknya mengkonfirmasi dan mengkaji
keluhan yang dirasakan oleh klien, atau memperhatikan dosis analgesik((dalam hal ini morfin yang telah diberikan saat
di UGD), mengevaluasi efek pemberian gentamicin, dan memvalidasi perasaan klien
sebelum tindakan lithotripsy.
Anda menyampaikan pada FF bahwa
radiologi menelepon dan memberitahukan bahwa prosedur lithotripsy dijadwalkan
keesokan harinya. Klien memandang Anda
dengan panik dan berkata, "Jika itu tidak berhasil, apakah mereka akan
melakukan operasi? Saya tidak bisa
melakukannya. Saya tidak memiliki asuransi. Ini saja telah cukup mahal bagi saya.”
2.
Bagaimana kamu merespon?
Berusaha menenangkan klien dengan
memberi penjelasan akan prosedur tersebut, sejauh mana peluang keberhasilannya
dan bagaimana resiko yang mungkin dapat terjadi. Juga menjelaskan persiapan apa
yang telah dilakukan untuk mempersiapkan klien agar hasil prosedur tersebut
maksimal sembari meminta klien untuk terus berdoa memasrahkan pada Tuhan YME
agar dimudahkan dalam proses penyembuhan. Terkait prosedur perlu disampaikan
pada klien mengenai rencana tindak lanjut yang harus klien perhatikan menurut Smeltzer
& Bare (2002) setelah prosedur yakni :
a.
Patuhi program diet,
b.
Target masukan cairan 3000-4000 ml/hari,
c.
Saat sore agar meminum air dalam jumlah
yang cukup sehingga urine pada malam hari tidak pekat,
d.
Hindari aktivitas berat yang menyebabkan
berkeringat, suhu panas, dan dehidrasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
No
|
Data
|
Diagnosa Keperawatan
|
1
|
a.
Jenis
kelamin : laki-laki
b.
Usia 58 tahun
c.
Riwayat kesehatan menderita DM Type II
d.
Berat badan 277 Pound = 125,645 Kg
e.
Nyeri panggul kanan
f.
Mual (+)
g.
Muntah (+)
h.
Palpasi : panggul teraba lunak
i.
Tidur tidak nyenyak
j.
Nafsu makan berkurang
k.
Hasil laboratorium abnormal :
-
Kreatinin : 3,6 mg/dl
-
Glukosa : 260 mg/dl
-
LDH : 100 unit/L
-
AST (SGOT) : 38 unit/L
l.
Hasil urinalisis : Hematuria
m.
IVP (Intravenous Pyelogram) :
-
Batu staghorn pada pelvis ginjal kanan
-
Ginjal kanan nampak membesar
|
Gangguan
eliminasi urine berhubungan dengan disfungsi ginjal
|
A. Diagnosis, Hasil (NOC), dan
Intervensi Keperawatan (NIC)
NO
|
Diagnosa
Keperawatan
NANDA
(Herdman,
2017)
|
Hasil
Yang Dicapai
(NOC)
(Moorhead, Marion, Meridean, 2016)
|
Intervensi
(NIC)
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)
|
1.
|
Gangguan
eliminasi urine berhubungan dengan disfungsi ginjal
|
NOC
:
Kriteria hasil fungsi ginjal:
1. Keluaran
urin selama 8 jam meningkat
2.
Terjadi keseimbangan keluaran dan
masukan selama 24 jam
3.
Turgor kulit baik
4.
Warna urin normal
5.
pH urine dalan batas normal
|
NIC
:
Retensi Urine
1. Lakukan
pengkajian lengkap pada sistem perkemihan fokus terhadap incontinensia
(output, pola berkemih, fungsi kognitif, masalah saluran perkemihan
sebelumnya)
2. Monitor
intake dan output cairan klien
3. Monitor
derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
4. Bantu
toileting pada interval yang reguler, sesuai kebutuhan
5. Lakukan
pemasangan kateter sementara jika diperlukan
|
NOC:
kriteria
hasil manajemen nyeri :
1.
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.
Tanda vital dalam rentang normal
6.
Tidak mengalami gangguan tidur
|
NIC:
Managemen
Nyeri
1. Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Observasi
nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyri pasien
5. Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri
6. Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau
7. Evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri
masa lampau
8. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
9. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
10. Kurangi
faktor presipitasi nyeri
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
14. Tingkatkan
istirahat
15. Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
16. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
|
||
NOC :
kriteria hasil
kecemasan:
1.
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2.
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol
cemas
3.
Vital sign dalam batas normal
4.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkuramgnya kecemasan.
|
NIC
:
Kecemasan
1. Gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Nyatakan
dengan jelas harapan tehadap perilaku klien
3. Pahami
situasi yang sedang di alami klien
4. Berikan
informasi yang faktualterkait diagnosis, perawatan dan prognosis
5. Dorong
keluarga untuk mendampingi dan memberikan dukungan
6. Bantu
klien untuk mengidentifikasi kecemasannya
7. Dukung
untuk mekanisme koping secara tepat
|
||
NOC :
setelah dilakukan
tindakan hemodialisis diharapkan pasien tidak mengalami:
1.
Pasien
tidak mengalami hipotensi setelah tindakan
2.
Turgor kulit baik
3.
Kelelahan
4.
Malaise
5.
Anemia
6.
Edema
|
NIC
:
Terapi Hemodialisa
1. Kaji
tanda- tanda vital; suhu denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah
2.
Jelaskan hemodialisa dan
tujuannya
3.
Periksa peralatan dan cairan
sesuai prosedur
4.
Lakukan tekhnik steril untuk
memulai hemodialisis, insersi jarum, dan pemasangan kateter
5.
Gunakan sarung tangan
6.
Lakukan hemodialisis sesuai
prosedure
7.
Letakkan sambungan dengan pipa
ditempat yang tepat
8.
Kaji tanda-tanda vital
9.
Berikan heparin,sesuai prosedur
10. Monitor
waktu pembekuan dan disesuaikan dengan pemberian heparin
11. Sesuaikan
tekanan filtrasi untuk membersihkan sejumlah cairan dengan tepat
12. Mulai
melakukan tindakan sebelum pasien mengalami hipotensi
13. Hentikan
hemodialiasis sesuai prosedur
14. Bandingkan
organ vital dengan komponen kimiawi darah pasca dialisis
15. Berkolaborasi
dengan pasien untuk meringankan ketidaknyaman akibat efek samping penyakit
dan penyakit: sakit kepala, kram, kelelahan, gatal, anemia, dll)
|
References
Bulechek G,
Howard K, Joanne M. D, C. M. . (2013). Nursing Interventions Classification
(NIC). Indonesia: Moco Media.
Coresh, J.,
Turin, T. C., Matsushita, K., Sang, Y., Ballew, S. H., Appel, L. J., … Levey,
A. S. (2014). Decline in estimated glomerular filtration rate and subsequent
risk of end-stage renal disease and mortality. JAMA - Journal of the
American Medical Association, 311(24), 2518–2531.
https://doi.org/10.1001/jama.2014.6634
Inker, L. A.,
Schmid, C. H., Tighiouart, H., Eckfeldt, J. H., Feldman, H. I., Greene, T., …
Levey, A. S. (2012). Estimating Glomerular Filtration Rate from Serum
Creatinine and Cystatin C. New England Journal of Medicine, 367(1),
20–29. https://doi.org/10.1056/NEJMoa1114248
Khoder, W. Y.,
Bader, M., Sroka, R., Stief, C., & Waidelich, R. (2014). Efficacy and
safety of Ho:YAG Laser Lithotripsy for ureteroscopic removal of proximal and
distal ureteral calculi. BMC Urology, 14(62), 1–7.
https://doi.org/10.1186/1471-2490-14-62
Negrette-Guzmán,
M., Huerta-Yepez, S., Medina-Campos, O. N., Zatarain-Barrón, Z. L., Hernández-Pando,
R., Torres, I., … Pedraza-Chaverri, J. (2013). Sulforaphane attenuates
gentamicin-induced nephrotoxicity: Role of mitochondrial protection. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 2013(Keap 1), 1–17.
https://doi.org/10.1155/2013/135314
Pearle, M. S.
(2012). Shock-Wave Lithotripsy for Renal Calculi. New England Journal of
Medicine, 367(1), 50–57. https://doi.org/10.1056/NEJMct1103074
Pearle, M. S.,
Goldfarb, D. S., Assimos, D. G., Curhan, G., Denu-Ciocca, C. J., Matlaga, B.
R., … White, J. R. (2014). Medical management of kidney stones: AUA guideline. Journal
of Urology. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/j.juro.2014.05.006
Sardana, A., Kalra,
S., Khanna, D., & Balakumar, P. (2015). Nephroprotective effect of catechin
on gentamicin-induced experimental nephrotoxicity. Clinical and Experimental
Nephrology, 19(2), 178–184.
https://doi.org/10.1007/s10157-014-0980-3
Tavafi, M.
(2012). Inhibition of gentamicin–induced renal tubular cell necrosis. Journal
of Nephropathology, 1(2), 83–86.
https://doi.org/10.5812/nephropathol.7512
Tavafi, M.
(2013). Protection of renal tubules against gentamicin induced nephrotoxicity. Journal
of Renal Injury Prevention, 2(1), 5–6.
https://doi.org/10.12861/jrip.2013.03
0 comments:
Post a Comment