Friday, April 10, 2020

TINJAUAN LITERATUR TETANG DIABETES MELITUS



a.       Definisi dan etiologi .
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik kronik yang membutuhkan perawatan berkelanjutan disebabkan karena kelainan sekresi dan/atau kelainan kerja insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia yang berkaitan dengan metabolic karbohidrat, lemak, dan protein yang tidak teratur, dan dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang melibatkan sistem organ saraf, kardiovaskular, ginjal, dan sensorik (American Diabetes Association (ADA), 2017; McDermott, 2013). Diabetes tipe 2 merupakan keadaan terdapatnya resistensi dan defisiensi insulin. Resistensi insulin umumnya diawali dari kurangnya insulin yang sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama. Resistensi ini juga dapat disebabkan oleh kecacatan sel beta yang memicu kedua penyebab diatas. Peningkatan kadar gula darah puasa merupakan salah satu tanda adanya resistensi insulin (McDermott, 2013).
b.      Tanda dan gejala.
Penyakit diabetes yang menyerang seseorang akan menimbulkan berbagai gajala yaitu gejala akut dan kronik, (Fatimah, 2015). Gejala akut atau klasik yang meliputi poliuria (banyak buang air kecil), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya serta keluhan lain yang dapat berupa mata kabur, kesemutan, lemah, gatal, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita (Melorose, Perroy, & Careas, 2011). Gejala diabetes melitus dapat dikuatkan dengan adanya uji atau pemeriksaan laboratorium seperti : A1C, FPG, dan PG 2-jam setelah 75-g OGTT, dapat juga dilakukan sendiri dengan bantuan alat pemeriksa kadar gula darah sederhana maupun dilakukan di tempat pelayanan kesehatan, untuk menilai penderita yang tidak menunjukkan gejala, harus mempertimbangkan berat bdan setiap orang dewasa segala umur utamanya yang memiliki berat badan berlebih serta memiliki satu atau lebih factor resiko diabtes (American Diabetes Association (ADA), 2015).  



a.       Infeksi.
Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi. Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen, menurunkan produksi interleukin, menyebabkan terjadinya disfungsi kemotaksis dan aktifitas fagositik, serta kerusakan fungsi neutrofil, glikosuria, dan dismotitilitas gastrointestinal dan saluran kemih. Sarana untuk pemeriksaan penunjang harus lengkap seperti pemeriksaan kultur dan tes resistensi antibiotic (PERKENI, 2015).
b.      Kaki diabetis
Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetes adalah kaki diabetic. Dampak dari luka kaki diabetic ini dapat mengurangi kualitas hidup pasien
c.       Diabetes dengan Nefropati Diabetik
Gagal ginjal stadium akhir paling sering disebabkan oleh nefropati diabetic, sedangkan penderita diabetes yang mengalami nefropati sebesar 20 – 40 %.
d.      Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE).
Pasien yang telah menderita diabetic tipe selama 10 tahun sangat beresiko mengalami disfungsi ereksi, pada pengkajian penderita diabetic sebaiknya dilakukan pendekatan yang cukup mendalam karena kondisi seperti akan jarang disampaikan oleh pasien.
e.       Diabetes dengan Kehamilan.
Diabetic ini dapat dibedakan menjadi 2 : diabetes mellitus dengan kehamilan dan diabtes mellitus gestasional. (World Health Organization, 2013).
f.       Diabetes dengan Ibadah Puasa.
Berpuasa dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi akut seperti hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dan dehidrasi atau thrombosis.

g.      Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif..
Tingkat kematian perioperatif pada pasien diabetes 50% lebih tinggi dibandingkan pada pasien tanpa diabetes
h.      Diabetes yang menggunakan steroid.
Pengobatan pasien dengan mengunakan glukokortikoid sering menimbulkan efek samping, salah satunya dapat memicu munculnya diabetes. Glukokortikoid memiliki efek samping mengurangi semsitivitas insulin dalam tubuh.  
i.        Diabetes dengan Penyakit Kritis.
Beberapa penyakit yang menjadi komplikasi dari penyakit DM : Hiperglikemia, Sindrome Koroner Akut, Stroke, dan Sepsis .
Ulkus diabetikum merupakan lanjutan dari luka kaki diabetic yang tidak tertangani dengan baik. Kaki Diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes dan angka kematian dan amputasi masih sangat tinggi sehingga menjadi satu hal yang cukup menakutkan bagi para penderita diabetes (Dewi, 2007). Ulkus bisa menyebabkan kematian jaringan yang luas karena adanya invasi kuman yang dapat menimbulkan bau khas pada ulkus, selain itu ulkus paling sering terjadi pada daerah tungkai di akibatkan oleh terjadinya penyempitan pembuluh darah di daerah perifer (Anik, 2013).
Luka kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada kaki pasien diabetes yang berhubungan dengan gangguan pada saraf periferal dan autonomic yang sering di sebut sebagai neuropaty (Alexiadou & Doupis, 2012; Anik, 2013). Gangguan suplai vaskuler dapat mengakibatkan komplikasi pada penderita kaki diabetic seperti gangrene, infeksi dan yang paling sering adalah luka kaki (Jain, 2015).
a.       Etiologi.
Faktor predisposisi yang menyebabkan adanya ulkus diabetikum diantaranya adalah penderita jenis kelamin, lama menderita DM, Neuropati, Perpheral artery Disease dan perawatan kaki sedangkan faktor lain seperti pasien dengan latar belakang miskin sosial ekonomi perawatan kesehatan dan tingkatan pendidikan dikategorikan sebagai faktor resiko yang menentukan keparahan ulkus (Loviana, Rudy, & Zulkarnain, 2015).
Penyebab utama dari ulkus diabetikum melibatkan neuropati yang diakibatkan karena hiperglikemia kronis dan penyakit mikrovaskuler yang menyebabkan cedera saraf. Trauma pada kaki juga membantu proses munculnya ulkus diabetikum. Trauma dapat terjadi karena aktivitas sehari-hariseperti berjalan dalam waktu yang lama dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai (Papanas & Maltezos, 2013).
Selain neuropati, faktor resiko yang dapat menyebabkan ulkus adalah kelainan bentuk kaki, pergerakan tulang dan sendi yang terbatas, lama waktu seseorang menderita diabetes melitus, gangguan penglihatan, dan gangguan ginjal dalam waktu yang lama (Frykberg et al., 2006).
b.      Patofisiologi.
Neuropati perifer diabetes merupakan penyebab utama ulkus diabetikum. Neuropati dapat menutupi vasa nervorum dan disfungsi endotel mempengaruhi sensasi perifer, persyarafan pada otot kaki dan control vasomotor pada sirkulasi kaki sehingga menyebabkan penurunan sensoris dan motoris pada saraf yang terkena (Frykberg, 2002; Jeffcoate & Harding, 2003). Penurunan rasa nyeri pada kaki akibat tertutupinya vaso nervorum dapat mengakibatkan penderita mengalami trauma dan menimbulkan gejala – gejala seperti kesemutan, rasa panas, rasa tebal pada telapak kaki, kram dan terkadang terasa nyeri pada seluruh badan pada malam hari.(Anik, 2013)
Neuropati perifer diabetik diakibatkan oleh perubahan degeneratif akson dan mempengaruhi semua serabut saraf, namun pada waktu yang berbeda. Serabut saraf otonom non-myelinated pertama-tama terpengaruh, menghasilkan autosympathectomy dengan kalsifikasi arteri medial kimula (kalsifikasi Mönckeberg), disfungsi termoregulasi mikrovaskular, dan penyumbatan arteriovenosa (Mendes & Neves, 2012). Sebagai efek dari penyakit dari neuropati, kaki akan menjadi tidak sensitive secara klinis dan beresiko mengalami cedera.
Penyakit Arteri Perifer (PAD) pada penyakit diabetic diakibatkan oleh adanya penyumbatan arteri perifer atau aterosklerosis dan obliteratif pada pembuluh darah besar dan bukan penyakit mikrovaskular yang mengakibatkan penyempitan luman arteri (Decroli, 2015). Pembuluh darah yang mengalami penyempitan adalah pembuluh darah yang berada jauh dari jantung paling sering adalah kaki, adapun tanda dan gejala yang paling sering muncul adalah nyeri  dan sensasi lelah pada otot tungkai tapi dapat hilang jika penderita istirahat dan akan muncul kembali jika penderita melakukan aktivitas fisik. Penyempitan arteri ini bisa juga menyerang tungkai atas, maka gejala yang muncul adalah nyeri dan jari-jari yang membiru yang menandakan kurangnya suplai darah ke jaringan perifer sehingga asupan nutrisi dan oksigen akan terganggu yang berakibat jaringan mudah mengalami ganggren (Anik, 2013; Decroli, 2015)
Infeksi adalah peristiwa masuknya mikroorganisme dalam jumlah yang cukup dan terjadinya pertumbuhan mikroorganisme tersebut di dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala akibat adanya respon dari host baik local maupun sistemik (Swanson et al., 2016). Infeksi sistemik pada luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka karena infeksi sistemik akan menimbulkan pireksia sehingga terjadi peningkatan metabolisme tubuh akibatnya dapat terjadi kerusakan jaringan jika tidak segera ditangani (Dealey, 2008).  Penderita ulkus diabetikum sangat rentan terkena infeksi karena bakteri dapat berkembang dengan cepat pada luka yang didukung oleh gula darah yang tinggi.

Klasifikasi dan tingkat keparahan infeksi kaki diabetic (Chadwick et al., 2014)

Kriteria klinis
Tingkat / tingkat keparahan
Tidak ada tanda klinis infeksi
Grade 1 / tidak terinfeksi
Lesi jaringan superfisial dengan setidaknya dua dari berikut ini
tanda-tanda:
-          kehangatan local.
-          Eritema> 0,5-2 cm di sekitar ulkus.
-          Rasa nyeri / nyeri local.
-          Bengkak / indurasi local.
-          Purulen discharge.
Penyebab lain dari peradangan pada kulit harus dikeluarkan
Kelas 2 / ringan
Eritema> 2 cm dan satu dari temuan di atas atau:
-          Infeksi yang melibatkan struktur di bawah kulit / jaringan subkutan (misalnya abses dalam, limfangitis, osteomielitis, septic arthritis atau fascitis).
-          Tidak ada respons inflamasi sistemik (lihat Kelas 4)
Kelas 3 / sedang
Kehadiran tanda-tanda sistemik dengan setidaknya dua dari berikut ini:
-          Suhu> 39 ° C atau <36 ° C.
-          Pulse> 90bpm.
-          Tingkat pernapasan> 20 / menit.
-          PaCO2 <32mmHg.
-          Sel putih menghitung 12.000 mm3 atau <4.000 mm3.
-          10% leukosit belum matang
Grade 4 / parah

REFERENCES
Alexiadou, K., & Doupis, J. (2012). Management of diabetic foot ulcers. Diabetes Therapy, 3(1), 1–15. https://doi.org/10.1007/s13300-012-0004-9
American Diabetes Association (ADA). (2015). Classification and diagnosis of diabetes. Diabetes Care, 38(January), S8–S16. https://doi.org/10.2337/dc15-S005
American Diabetes Association (ADA). (2017). Standard of medical care in diabetes - 2017. Diabetes Care, 40 (sup 1)(January), s4–s128. https://doi.org/10.2337/dc17-S001
Anik, M. (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan Terlengkap. Jakarta: IN MEDIA.
Chadwick, P., Edmonds, M., MsCardle, J., Armstrong, D., Apelqvist, J., Botros, M., … Tulley, S. (2014). Best Practice Guidelines: Wound Management in Diabetic Foot Ulcers. Wounds International, 5(2), 27. https://doi.org/10.17957/TPMJ/17.3507
Dealey, C. (2008). The Care of Wounds: A Guide for Nurses, Third Edition. The Care of Wounds: A Guide for Nurses, Third Edition. https://doi.org/10.1002/9780470774946
Decroli, E. (2015). Laporan Kasus Iskemia pada Jari Tangan Penderita Diabetes Melitus : Suatu Keadaan Peripheral Arterial Disease, 4(2), 654–658.
Dewi, A. (2007). Hubungan Aspek-aspek Perawatan Kaki Diabetes dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetes pada Pasien Diabetes Mellitus The Correlation of Aspects of Diabetic Foot Care with the Occurrence of Diabetic Foot Ulcer in Patients with Diabetes Mellitus. Mutiara Medika, 7, 13–21.
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 4, 93–101. https://doi.org/10.2337/dc12-0698
Frykberg, R. G. (2002). Diabetic foot ulcers: Pathogenesis and management. American Family Physician, 66(9), 1655–1662.
Frykberg, R. G., Zgonis, T., Armstrong, D. G., Driver, V. R., Giurini, J. M., Kravitz, S. R., … American College of Foot and Ankle Surgeons. (2006). Diabetic foot disorders. A clinical practice guideline (2006 revision). The Journal of Foot and Ankle Surgery : Official Publication of the American College of Foot and Ankle Surgeons, 45(5 Suppl), S1-66. https://doi.org/10.1016/S1067-2516(07)60001-5
Jain, A. (2015). A Simple New Classification for Diabetic Foot Ulcers. Medicine Science | International Medical Journal, 4(2), 2109. https://doi.org/10.5455/medscience.2014.03.8215
Jeffcoate, W. J., & Harding, K. G. (2003). Diabetic foot ulcers. The Lancet, 361, 1545–1551. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(03)13169-8
Loviana, R. R., Rudy, A., & Zulkarnain, E. (2015). Artikel Penelitian Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr . M . Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 243–248.
McDermott, M. T. (2013). Endocrine secrets. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Melorose, J., Perroy, R., & Careas, S. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Statewide Agricultural Land Use Baseline 2015, 1, 3–7. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Mendes, J. J., & Neves, J. (2012). Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and Treatment. Journal of Diabetic Foot Complications, 4(2), 26–45.
Papanas, N., & Maltezos, E. (2013). Etiology, pathophysiology and classifications of the diabetic Charcot foot. Diabetic Foot and Ankle, 4, 1–5. https://doi.org/10.3402/dfa.v4i0.20872
PERKENI, P. E. I. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2015.
Swanson, T., Angel, D., Sussman, G., Cooper, R., Haesler, E., Ousey, K., … Call, E. (2016). Wound Infection in Clinical Practice. Wounds International, 5(s3), iii-11. https://doi.org/10.1111/j.1742-481X.2008.00488.x
World Health Organization. (2013). Diagnostic Criteria and Classification of Hyperglycaemia First Detected in Pregnancy. World Health Organization, 1–63. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.10.012



Location: Madjene, Labuang, Banggae Tim., Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Indonesia

0 comments:

Post a Comment